Diterbitkan 28 Nov 2022

<strong>Kebijakan ‘Zero Burning Policy’, Membuka Lahan tanpa Membakarnya</strong>

News

Kebakaran hutan di Indonesia umumnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor manusia dan faktor alam. Faktor alami yang sering terjadi adalah fenomena El-Nino, yang menyebabkan kemarau panjang sehingga tanaman menjadi kering dan mudah terbakar, sementara faktor manusia salah satu contohnya adalah kebiasaan membuka lahan dengan membakar pepohonan.

Berdasarkan himpunan data internal dari Pantau Gambut, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dalam periode 5 tahun (2015-2019) mencapai 2,6 juta dan 1,6 juta hektar hutan dan lahan terbakar di Indonesia. Dua kebakaran hebat yang terjadi di periode tahun tersebut juga didukung oleh kondisi musim kemarau berkepanjangan dan El Nino yang terjadi di Indonesia. Dari dua kebakaran hebat tersebut, sekitar 29%nya terjadi di lahan gambut.

Kebakaran hutan bukan bencana yang dapat disepelekan. Membakar pohon membuat bumi menjadi lebih panas, kekurangan udara bersih, dan polusinya dapat menyebabkan penyakit seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan mengganggu jalannya aktivitas manusia.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sempat memperingatkan bahwa ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tahun 2022 ini akan lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 lalu dikarenakan musim kemarau yang lebih kering pada sebagian besar wilayah Indonesia. Dalam rangka mengatasi bencana kebakaran dan asap yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup, sejak 2014 pemerintah Indonesia juga secara tegas melarang penggunaan api dalam pembukaan lahan gambut untuk pertanian (Zero Burning Policy).

Pembukaan hutan dan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu sering menyebabkan kebakaran hutan dan lahan yang besar. Oleh sebab itu, imbauan BMKG dan aturan pemerintah tentang kebijakan ‘Zero Burning Policy’ harus dipatuhi oleh petani dan para pengusaha di bidang agrikultur untuk mewujudkan bisnis yang berkelanjutan (sustainable business).

Sebagai startup yang bergerak di bidang agrikultur, Gokomodo sudah mendukung langkah preventif pemerintah yang mewajibkan setiap perusahaan dan petani untuk tidak membuka lahan dengan membakarnya. Komitmen seperti ini penting untuk mendukung upaya penuntasan karhutla sekaligus membangun industri sawit yang berkelanjutan melalui Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO. 

“Selain dari sisi ekonomi, Gokomodo juga berfokus pada ESG (Environmental, Social, and Governance), contohnya mendorong zero burning policy atau memakai produk-produk yang lebih ramah lingkungan. Jadi, selain membantu ketahanan pangan negara, Gokomodo juga berharap dapat berkontribusi positif untuk lingkungan,” tutur Samuel Tirtasaputra, CEO dan Co-Founder Gokomodo saat diwawancara oleh CNBC pada hari Selasa (25/10).

Dukungan Gokomodo terhadap kebijakan Zero Burning Policy selaras dengan amanah UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Dengan demikian, seluruh pihak dapat berkontribusi dalam mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi – fungsi lingkungan yang berskala regional, nasional, maupun global baik dalam segi sosial maupun ekonomi.

whatsapp
twitter
facebook
linkedin