Berawal dari Empat Bibit, Ini Sejarah Kelapa Sawit Bisa Sampai ke Indonesia
Saat ini, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia memiliki luas lahan sebesar 16 juta hektar dari total 43 juta hektar lahan agrikultur Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas perkebunan yang ada di Indonesia adalah perkebunan sawit. Diketahui pada tahun 2020 saja, jumlahnya naik secara signifikan mencapai 8,9 juta hektare dari tahun sebelumnya. Lima daerah yang memiliki kebun sawit terbesar di Indonesia, ditempati oleh Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan.
Namun, apakah kalian tahu bahwa kelapa sawit sebenarnya bukan tanaman asli Indonesia? Lalu dari mana kelapa sawit sawit berasal, mengapa komoditasnya bisa berkembang pesat di Indonesia? Yuk, kita simak sejarah kemunculan dan perkembangan kelapa sawit di Indonesia.
Asal Usul Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) dan pertama kali dibawa masuk ke Indonesia pada tahun 1848 oleh seorang warga Belanda, Dr. DT Price. Awalnya, ia membawa empat bibit sawit sebagai hadiah untuk ditanam di Kebun Raya Bogor pada Februari 1848.
Kemudian pada tahun 1853, buah kelapa sawit yang dihasilkan dari empat bibit tersebut didistribusikan ke Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Namun, saat itu masyarakat Indonesia hanya menggunakan tanaman sawit sebagai tanaman hias, dan tetap menggunakan minyak kelapa. Baru sejak tahun 1910, kelapa sawit dibudidayakan secara komersial dan meluas di Sumatera. Tepatnya ketika dibangun dua perkebunan sawit berskala besar pertama yang dibuka di Indonesia, yaitu Kebun Pulo Raja dan Kebun Tanah Itam Ulu di Sumatera Utara milik PTPN IV. Perusahaan ini didiirikan oleh Adrian Hallet asal Belgia dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatera (Deli).
Masih di tahun yang sama, tercatat ada tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit, yakni Onderneming Soengei Lipoet, Onderneming Kuala Simpang, N.V Moord Sumatra Rubber Maatschappij, Onderneming Soengei Ijoe, Tanjung Suemanto’, Batang Ara, dan Mopoli, yang sebagian besar memiliki kebun-kebun karet. Hingga saat ini, dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara.
Tidak selamanya berhasil, perkembangan komersialisasi sawit di Indonesia juga mengalami masa pasang surut akibat gejolak politik Perang Dunia Pertama dan The Great Depression (Depresi Besar) 1923-1939. Pada tahun 1919, perkebunan di Pesisir Timur Sumatera melakukan ekspor kelapa sawit untuk pertama kali. Namun, memasuki Perang Dunia Pertama, produksi kelapa sawit berjalan lambat. Hingga tahun 1980-an, luas pertanaman kelapa sawit di Indonesia baru sekitar 200.000-an hektar dan kebanyakan adalah tanaman warisan pemerintah kolonial Belanda.
Mulai pada tahun 1977 – 1989, Direktorat Jenderal Perkebunan menyusun kebijakan pembangunan perkebunan swasta nasional (PBSN) dan pembangunan perkebunan inti rakyat (PIR), yang meliputi PIR-BUN, PIR-TRANS, dan PIR-KKPA. Kebijakan kredit PBSN untuk perkebunan kelapa sawit ini mengakibatkan pesatnya perkembangan kelapa sawit di Indonesia. Hingga tahun 2009, total perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mencapai 7,2 juta hektar, atau sudah mencapai 50 kali lipat dari tahun 1970-an. Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat luas perkebunan minyak kelapa sawit tahun lalu telah mencapai 15,08 juta hektar.
Saat ini, industri kelapa sawit telah mempekerjakan kurang lebih 2,8 juta tenaga kerja. Dari jumlah tersebut, 1,6 juta diantaranya merupakan petani dan pekebun. Artinya, jika setiap tahun di Indonesia ada sebanyak 200.000 angkatan kerja baru yang masuk pasar tenaga kerja, maka sekitar 30 persennya bisa diserap di sektor perkebunan kelapa sawit. Adapun di luar perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit, jutaan orang Indonesia juga menanti berbagai hasil olahan kepala sawit untuk dikonsumsi dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, devisa dari ekspor produksi minyak kelapa sawit dan turunannya mencapai nilai 15 juta USD. Jika dilihat dari total ekspor non migas Indonesia tahun 208, nilai ekspor produk sawit dan turunannya menduduki urutan pertama sebagai yang terbesar. Saat ini, ekspor minyak sawit CPO Indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit Palm Karnel Oil (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.
Dengan kata lain, industri sawit merupakan salah satu industri penting bagi negara Indonesia yang dapat meresap banyak angkatan kerja dan mendatangkan berbagai bentuk penerimaan negara, baik dalam bentuk pajak maupun pendapatan ekspor.
Selain itu, industri kelapa sawit juga memiliki kontribusi positif dalam hal pengembangan daerah. Kemajuan perkebunan kelapa sawit ikut andil dalam membangun infrastruktur jalan, jembatan, sekolah, dan fasilitas publik lainnya. Contohnya di Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Setelah 20 tahun, wilayah areal perkebunan di Mamuju membentuk kabupaten baru yaitu Kabupaten Mamuju Utara. Hal ini tidak lepas dari daya dorong kemajuan perkebunan kelapa sawit di daerah tersebut.
Saat ini, banyak perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang telah bergabung dalam asosiasi untuk memperkuat kerja sama dan kemitraan bisnisnya, misalnya GAPKI, MAKSI, APROBI, GPPI, AIMMI, DMSI, dan lain-lain. Sejarah perkembangan kelapa sawit ini menunjukkan adanya permintaan dan prospek yang baik terhadap industri kelapa sawit di Indonesia.
Nah, kini kamu sudah tahu banyak tentang sejarah kelapa sawit di Indonesia dan prospek bisnisnya. Masih ragu untuk budidaya kelapa sawit karena takut ribet? Jangan khawatir, beli saja bibit dan kebutuhan kebunmu di agricommerce Gokomodo! Semua serba mudah, aman, dan berkualitas!