Industri Kelapa Sawit dan Teknologi Citra Satelit
Sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia harus memiliki regulasi yang tepat dalam pelaksanaan kegiatan perkebunannya. Salah satunya dengan meningkatkan tata kelola industri kelapa sawit guna mengoptimalkan penerimaan negara.
Sejalan dengan hal tersebut, Presiden RI, Joko Widodo, menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 9 tahun 2023 tentang Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara. Pembentukan Satgas ini diharapkan bisa mempercepat penanganan sawit yang ada di dalam kawasan hutan.
Citra satelit sawit
Satgas ini melibatkan beberapa kementerian dan lembaga, antara lain Kemenkomarves, Kemenkeu, KLHK, Kemendagri, Kemenko Polhukam, Kementan, Kementerian ATR/BPN, Kejaksaan Agung, BPKP, BIG, PPATK, dan aparat penegak hukum. Presiden RI juga memerintahkan Badan Riset dan Inovasi Nasiona (BRIN) untuk mendukung percepatan penanganan tata kelola industri kelapa sawit dengan menyediakan teknologi pengolahan citra satelit.
Pembentukan Satgas ini menurut Luhut B. Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, diawali karena adanya masalah kelangkaan minyak goreng pada awal tahun 2022 yang lalu. Pihaknya kemudian meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit secara menyeluruh.
Dalam audit dari hulu hingga hilir tersebut, BPKP menemukan bahwa ada beberapa masalah yang terjadi. Diantaranya, perizinan yang menyangkut izin lokasi, status, kapasitas produksi, kebun plasma, hingga produk turunan dari Crude Palm Oil (CPO). Masalah lain seperti izin usaha perkebunan, dan hak guna usaha ke depan juga perlu diperhatikan.
Audit juga dilakukan untuk membuktikan kebenaran data pada tahun 2021. Diketahui, luas tutupan kelapa sawit menggunakan citra satelit mencapai 16,8 juta hektar, dimana 10,4 juta hektar merupakan perkebunan swasta dan nasional, serta sebagian sisanya adalah perkebunan rakyat. Sayangnya, ada sekitar 3,3 juta hektar yang berada di kawasan hutan.
Dari hasil audit, semua pelaku usaha harus melakukan pelaporan mandiri (self reporting) atas kondisi lahan perkebunan yang disertai bukti izin usaha yang dimiliki. Pelaporan ini harus dilakukan baik oleh perusahaan, koperasi, maupun rakyat melalui website SIPERIBUN.
Setiap pelaku usaha juga berkewajiban untuk melengkapi izin-izin yang dibutuhkan sesuai peraturan yang berlaku. Sebab, pemerintah akan melakukan crosscheck terhadap self reporting tersebut secara acak melalui citra satelit dan drone.
Peningkatan tata kelola industri sawit memang harus dilakukan mengingat Pentingnya Industri Sawit Indonesia di Wilayah Nasional Maupun Internasional. Oleh karena itu, agar tujuan ini dapat tercapai, dukungan dari seluruh pihak terkait sangat dibutuhkan. Mari, bersama Gokomodo kita majukan industri kelapa sawit Indonesia!